Dalam berbagai teori
manajemen dikatakan bahwa skenario pengembangan teknologi informasi harus
sejalan dengan strategi bisnis perusahaan. Sejalan dalam arti kata bahwa dalam
tataran strategis dan aktivitas operasional, pengembangan teknologi informasi
semacam E-Commerce harus berada dalam kerangka arsitektur bisnis perusahaan.
Eberhardt Rechtin mendefinisikan arsitektur bisnis perusahaan sebagai
penggabungan antara tiga komponen besar, yaitu: organisasi, proses, dan
teknologi. Untuk sebuah perusahaan berskala kecil, arsitektur bisnis yang ada
sangatlah sederhana, sehingga tidak perlu dilakukan usaha khusus untuk
mendefinisikan dan memahaminya. Hal ini sangat berbeda dengan
perusahaan-perusahaan berskala menengah dan besar, dimana hubungan antara satu
komponen dengan komponen lainnya telah sedemikian rumit, sehingga sangat sulit
untuk melakukan pemahaman terhadap arsitektur bisnis perusahaan tanpa adanya
pegangan yang jelas dan akurat. Kompleksitas arsitektur bisnis semakinbertambah
tinggi sejalan dengan cepatnya perubahan yang terjadi di dalam perusahaan
sebagai jawaban atas dinamika lingkungan bisnis yang sedemikian cepat berubah.
Cepatnya perkembangan bisnis dan perubahan yang terjadi memaksa perusahaan
untuk menyusun strategi implementasi E-Commerce-nya agar tidak terjadi suatu
pengembangan sistem yang “tambal sulam” dan membahayakan perusahaan. Suatu
pendekatan baru dalam memahami konsep pengembangan E-Commerce yang sejalan
dengan kebutuhan bisnis yang selalu berubah secara cepat dari waktu ke waktu
harus dikuasi oleh manajemen perusahaan (Fingar, 2000). Gambar berikut
memperlihatkan bagaimana konsep pengembangan E-Commerce yang sejalan dengan
kerangka strategis perusahaan.
E-Commerce
Business Strategy
Memahami keberadaan E-Commerce
dalam kerangka bisnis perusahaan bukanlah merupakan suatu hal yang mudah. Vince
Barabba dari General Motors mengatakan bahwa diperlukan suatu kemampuan
berfikir secara lateral (outside the box) untuk dapat memahami karakteristik
dan peluang-peluang bisnis yang ditawarkan oleh E-Commerce.
Kemampuan untuk melakukan
“learning” harus dimiliki oleh segenap stakeholders perusahaan, lebih dari
hanya sekedar “knowing” mengenai perkembangan teknologi informasi. Berawal dari
analisa klasik SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) yang dipadu
dengan berfikir secara lateral, pemilik dan pengelola bisnis harus dapat
menemukan berbagai peluang bisnis yang “mungkin” dimanfaatkan dengan kehadiran
teknologi internet dan E-Commerce. Berbagai pertanyaan-pertanyaan mendasar
kerap diajukan kembali dalam kerangka ini, seperti:
• Apakah mungkin perusahaan
memanfaatkan E-Commerce untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan secara
signifikan, baik melalui peningkatan pendapatan atau penurunan total biaya ?
• Seberapa besar kesempatan
perusahaan untuk memanfaatkan teknologi E-Commerce untuk meningkatkan daya
saing usaha ?
• Apakah dengan tidak
memanfaatkan E-Commerce perusahaan akan terancam secara serius keberadaannya ?
• Berapa besar nilai segmen
pasar baru yang dapat diraih seandainya perusahaan memutuskan untuk “go
E-Commerce” ?
• dan lain sebagainya.
Prinsip pokok yang harus
dijalani di dalam fase ini adalah suatu pemahaman mengenai apa yang dapat dan
mungkin dilakukan E-Commerce untuk peningkatan kinerja bisnis perusahaan di
berbagai aspek.
Inter-Enterprise
Business Processes
Setelah memahami segala
kemungkinan yang ditawarkan E-Commerce untuk pertumbuhan perusahaan, langkah
selanjutnya adalah memahami bagaimana kemungkinan-kemungkinan tersebut secara
operasional dapat diwujudkan. Kunci dari prosedur pelaksanaan strategi adalah
terletak pada proses bisnis (business processes). Dalam kerangka sistem
E-Commerce jelas terlihat bahwa adanya aktivitas integrasi antara proses internal
perusahaan dengan proses-proses organisasi lain yang menjadi mitra usahanya,
seperti: pemasok, distributor, rekanan, vendor, maupun pelanggan.
Pertanyaan-pertanyaan sentral yang harus dapat dijawab akan berkisar pada
isu-isu proses, organisasi, dan model data:
• Bagaimana menciptakan proses
bisnis yang lebih cepat, lebih baik, dan lebih murah bagi pelanggan ?
• Bagaimana menggabungkan
antara physical value chain dengan virtual value chain ?
• Bagaimana memilih model
bisnis yang tepat dan sesuai dengan strategi bisnis perusahaan ?
• Bagaimana menggabungkan
proses bisnis internal dengan proses bisnis eksternal yang dimiliki rekanan
semacam pemasok atau distributor ?
• dan lain sebagainya.
Prinsip pokok yang harus
dijalani dalam fase ini adalah mensimulasikan secara konsep, bagaimana
E-Commerce dapat memberikan kontribusi terhadap penciptaan produk atau jasa
yang dapat meningkatkan nilai dan kepuasan konsumen. Seringkali di dalam
menentukan proses bisnis atau model bisnis yang diinginkan, perusahaan tidak
harus selalu mulai dari nol. Pada kenyataannya telah banyak contoh-contoh
proses bisnis handal (best practice) maupun model bisnis yang telah berhasil
diterapkan oleh perusahaan-perusahaan lain yang dapat dengan mudah diadopsi.
Contohnya adalah Ebay.com untuk model bisnis industri pelelangan, Amazon.com
untuk industri distribusi buku dan media, Brainbench.com untuk industri
sertifikasi training, dan lain sebagainya.
Component-Based
Applications
Setelah menentukan jenis proses
bisnis yang ingin diterapkan dalam perusahaan, langkah selanjutnya adalah
menentukan komponen-komponen objek bisnis (modul aplikasi) yang diperlukan
untuk membangun model bisnis tersebut. Contoh objek bisnis yang kerap diperlukan
untuk mengimplementasikan sebuah sistem E-Commerce antara lain:
• Modul aplikasi untuk menerima
pesanan (order) dari pelanggan;
• Modul aplikasi untuk
melakukan otorisasi kartu kredit sebagai alat pembayaran produk atau jasa yang
ditawarkan;
• Modul aplikasi untuk mencari
data atau informasi yang ada di dalam katalog produk-produk yang ditawarkan
perusahaan;
• Modul aplikasi untuk
menghubungkan satu sistem aplikasi dengan sistem-sistem lainnya;
• Modul aplikasi untuk
melakukan tanya jawab secara interaktif dengan konsumen;
• Modul aplikasi untuk mencatat
keluhan pelanggan;
• dan lain sebagainya.
Objek-objek bisnis ini secara
teknis telah tersedia di pasaran aplikasi, sejalan dengan perkembangan
paradigma pemrograman berbasis objek. Perusahaan hanya tinggal melakukan
“tailor-made” atau penggabungan terhadap komponen-komponen independen ini
sesuai dengan cetak biru proses bisnis yang diinginkan. Paradigma menggunakan
komponen objek ini merupakan jawaban terhadap kebutuhan perusahaan untuk selalu
dapat beradaptasi dengan perubahan yang ada, karena sifat objek yang sangat
fleksibel dan dapat disusun sesuai dengan keinginan/kebutuhan spesifik
perusahaan.
Technology
Infrastructure
Pada akhirnya pendekatan
pengembangan sistem E-Commerce yang adaptif dengan perubahan, yaitu dengan
menggunakan paradigma komponen bisnis objek, hanya dapat dilakukan jika
perusahaan memiliki infrastruktur teknologi informasi yang sesuai dengan
sifat-sifat pengembangan komponen-komponen objek bisnis tersebut. Dengan kata
lain, perusahaan harus memiliki desain cetak biru pengembangan teknologi
informasi (data, proses, dan teknologi) yang menekankan pada implementasi
sistem berbasis objek. Perusahaan-perusahaan yang masih menggunakan metoda
pengembangan sistem dengan teori-teori lama harus mulai memikirkan untuk
melakukan migrasi ke sistem yang baru. Aset-aset teknologi kuno, baik perangkat
keras maupun perangkat lunak, harus mulai diganti dengan tipe teknologi baru
untuk menjawab tantangan bisnis yang ada
0 komentar:
Posting Komentar